VUVUZELA
Sejak pertama peluit wasit ditiup pertanda laga pertama perhelatan akbar Piala Dunia 2010 dimulai, di televisi terdengar bunyi dengungan yang bising sekali, mirip-mirip bunyi prepet-an sebarisan gajah liar yang sedang marah, atau suara dengung lebah berbunyi lengkingan preet preeet, preeeet...
Bunyi bising itu bukan kesalahan teknis pesawat televisi, melainkan gara-gara puluhan ribu penonton meniup tabung plastik yang bernama VUVUZELA.
Vuvuzela, juga dikenal dengan Lepatata (dari bahasa Trwana) dan juga Stadium Horn, adalah instrumen tiup dari plastik berupa terompet dengan corong warna-warni berukuran sekitar 65cm.
Bentuknya mirip dengan terompet tahun baru, dan menghasilkan suara seperti dengung lebah.
Vuvuzela yang khas Afrika Selatan (selanjutnya AfSel) ini mulai marak sejak berlangsungnya kejuaraan bola di AfSel sekitar 2000-an.
Para suporter AfSel sudah berciri khas dengan membunyikan terompet tradisional ini.
Bahkan, sejak tahun 2001 sudah ada perusahaan Masincedane Sport, khusus untuk produksi massal alat bunyi ini.
Vuvuzela, sebagai alat musik tiup, prinsipnya mengeluarkan suara getar karena impitan bibir atas dan bibir bawah, lalu bergeletar karena tiupan udara dengan bunyi getar yang keras dan bernada polos.
Alat tiup ini katanya tradisional karena bagi masyarakat pedalaman dan peternak sapi angon, vuvuzela ini dilengkingkan sebagai tanda keberadaannya, serta bunyi nyaring miri suara "terompet" kawanan gajah liar.
Bunyi bising itu juga alat komunikasi dengan rekan gembala lainnya di savana luas, mengandung bunyi dengan pesan sapaan, juga bunyi darurat dan panggilan tanda bahaya.
Calling sound atau bunyi panggilan macam ini pernah menjadi obyek studi pakar etnologi
AfSel karena suara vuvuzela yang tanpa irama itu sesungguhnya sangkakala instrumen komunikasi sesama tribal di AfSel.
Setiap sub-suku bangsa atau tribe memiliki ciri bunyi panggilannya, di samping bunyi bising standar untuk permintaan bantuan, tanda bahaya atau alarm, serta bunyi pengusir hewan predator singa buas.
Sangkakala ini juga menjadi alat bunyi ritual serta bunyi panggilan untuk suatu acara adat.
Jadi, vuvuzela itu bukan alat bunyi musik tiup orkestra, apalagi instrumen musik pop.
Sayangnya, benda bunyi ini memang super bising kalau dibunyikan ramai-ramai.
Nada tunggal yang dibunyikan tanpa notasi memang lama-kelamaan akan mengganggu pendengaran orang normal.
Bunyi vuvuzela kalau diukur intensitas suaranya dengan ukuran decibel (dB) serta mengukur frekuensi atau pitch dengan hertz (Hz), bunyi terompet plastik dengan ukuran faktor kekerasan, pitch serta lamanya paparan, sudah terhitung kategori bising dan membahayakan.
Intensitas bunyi vuvuzela sudah mulai dikeluhkan komunitas sepakbola dunia selama penyelenggaraan Piala Konfederasi tahun 2009 di AfSel.
Pada Piala Dunia 2010 ini, vuvuzela kembali menuai kontroversi.
Tingkat intensitas dan frekuensi bunyi yang dihasilkan pada jarak dekat ditengarai bisa mengakibatkan hilangnya pendengaran permanen pada telinga yang tidak dilindungi.
Bayangkan, intensitasnya bisa mencapai 113-131 dB!
Sebagai perbandingan, bising pesawat terbang memiliki intensitas 145dB.
Vuvuzela yang mendengung dan mem-prepeet terus macam koor gajah-gajah mengamuk, terus terang tidak enak didengar dan kebisingannya mengganggu sekali.
Apalagi terbukti bunyi sangkakala itu tingkat kebisingannya sampai 127dB.
Lebih keras dari airhorn, tambur, dan eluit.
Vuvuzela itu lebih keras dari sirene ambulans (120dB), dan gergaji listrik (100dB).
Malah hampir sebising suara pesawat jet tempur saat take off yang 140dB.
Menanggapi kontroversi yang muncul, para produsen vuvuzela bergerak cepat dengan menciptakan vuvuzela baru dan desain khusus, wang mampu mengurangi intensitas suara hingga 20dB.
Meski begitu, para komentator, pemain hingga penonton tetap berharap vuvuzela dilarang untuk pertandingan sepakbola.
Bahkan ada yang menuding vuvuzela sebagai penyebab produktivitas team-team dunia yang tampil di Piala Dunia kali ini menjadi tumpul karena kehilangan konsentrasi akibat dengungan "lebah" dari vuvuzela.
Sekarang, pasang telinga anda baik-baik, tidak ada udara yang bebas dari dengungan suara bising vuvuzela yang miri gabungan bunyi bising "teromet" gajah dan dengung lebah raksasa.
Bunyi bising itu merasuki denyut arena seak bla dunia.
Tanpa suara bising itu, memang tidak terasa suasana AfSel.
Tetapi, kalau terlalu bising, vuvuzela bisa menjebol gendang telinga, iya enggak?
(Ditulis ulang & direvisi berdasarkan artikel Rudy Badil: Vuvuzela Jebol Gendang Telinga, Kompas 25 Juni 2010 & ragam artikel Piala Dunia 2010: VUVUZELA, RISIKO "DENGNG LEBAH", Nova 1166/XXIII-28 Juni 2010)
(Inzet foto: Vuvuzela, by google image search/ net)
Jembatan Ampera, Shot By Shot
-
*PROLOG*
Jembatan Ampera adalah sebuah jembatan di kota Palembang, Provinsi Sumatera
Selatan, Indonesia.
Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang...
8 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar